People always judge you, not only strangers, but also your close friends or you think they are!
Menangis ketika menyadari sesuatu hal yang sangat menohok hati bukan suatu solusi. Saya terus berlari sambil menahan air mata yang jatuh karna saya tidak akan mau menangis. Big girl don’t cry, right? And I wanna be the one of them.
Hari-hari dilewati dalam kebersamaan, saling mengenal satu sama lain, saling tertawa dan bercandaan, saling menganggap saudara, itu semua tidak berlaku dalam dunia kerja. Itu semua palsu, FAKE!
Itu yang saya sadari saat ini, dan saya seperti terhempas dalam sebuah ombak besar yang membuat kepala saya terantuk oleh karang yang besar.
Saya berharap dan bahkan sudah menganggap mereka mengenal siapa dan bagaimana saya sebenarnya. Sedikitpun mereka bertindak salah, tidak pernah saya judge atau saya bicarakan di belakang punggung. Karna saya mencoba mengerti dan memahami sifat mereka. Mereka sudah melakukan yang terbaik, tapi mungkin saat itu ada gangguan sedikit.
Tapi apa yang saya lakukan, saya sadari saya tidak boleh memaksa atau berharap mereka juga sama seperti saya. Tapi saya masih bisa berharap bukan?
Tidak ada kata baru, karna kesalahan tetap sebuah kesalahan. Itu benar. Maki atau marah akan saya terima karna saya sadar saya pantas mendapatkannya.
Tapi membicarakan saya ketika punggung saya berbalik itu sangat menyakitkan saya.
Bukankah seorang teman atau saudara itu saling menguatkan dan membela?
Saya tidak perlu menunjukkan ataupun berkoar-koar apa yang telah saya lakukan. Saya akan minta maaf dan berani menanggung kesalahan bila saya salah. Saya berani disalahkan meskipun saya tidak sepenuhnya salah. Dan saya selalu menunjukkan sikap seperti itu, dan memberitahu mereka siapa saya sebenarnya.
Tapi ketika mereka yang terdekat bahkan sangat dekat dengan saya, berkomentar yang mereka seharusnya tahu saya tidak seperti itu, rasanya menyakitkan. Tau kah kalian, saya hanya berharap kalian menguatkan saya, “Kamu tidak sepenuhnya salah, kamu sudah melakukannya dengan baik.” Hanya itu yang saya harapkan. Tapi yang saya dapatkan, rasa kecewa mereka yang dilimpahkan dan ucapan,” Kamu yang salah, kamu yang salah, kamu yang salah.”
Baru! Kata itu yang keluar. Bukankah saya lebih baru dari anda yang telah lama berkecipung di dunia kerja ini? Tapi saya hanya diam. Mungkin sudah nasib rantai makanan terbawah untuk selalu dipersalahkan.
Mereka yang terdekat mungkin menganggap saya lepas tangan karna saya cuman diam dan angguk-angguk kepala, padahal mereka tidak tahu saya langsung meminta maaf berulang-ulang kepada tim atas kekhilafan saya. Saya diam karna saya sudah pucat, blank, dan tidak tahu harus berkata apapun karna saya malu pada kalian yang pasti mempertanyakan kemampuan saya. Tidak tau kan saya menangis setelah itu karna sudah membuat kesalahan dan mengecewakan ataupun merepotkan banyak orang?
Saya dikeselin dan didiemin karna kenapa tidak bertanya sebelumnya. Itu karna saya benar-benar tidak menyadarinya dan menganggap berkas tersebut sama dengan yang lainnya. Saya bener-bener khilaf.
“Gimana sih kamu, kamu yang salah nih!!” ujar bos saya didepan banyak orang. Saya diam karna saya tahu saya yang salah, tapi bukankah anda juga ikut andil dalam kesalahan ini?
Dan saya mendapatkan penghiburan malah bukan dari mereka yang terdekat dengan saya setiap harinya, tapi dari yang terjauh, “Gak usah minta maaf, bukan kamu yang salah, bos mu yang salah. Kan harusnya dia mengecek bukan cuman tanda tangan.” Ucapan itu benar-benar pengen bikin saya menangis, masih ada yang mau membela saya dan menghargai usaha saya. Saya bukan minta dibenarkan karna saya sadar saya salah, saya hanya minta dikuatkan.
Saya terdiam dan tersadar, apakah saya yang terlalu mengagung-agungkan kebersamaan dan tawa itu? Saya terlalu bahagia sampai saya lupa diri, dan ketika terhempas rasanya sakit. Seseorang pernah berkata ketika saya cerita bahwa saya begitu bahagia dan sayang dengan mereka, “Jangan terlalu percaya dan dekat dengan mereka, karna saat mereka kecewain kamu, rasanya sangat sakit. Dan mungkin saja hanya kamu yang rasakan, mereka tidak. Dan hubungan seperti itu malah rentan, lebih baik bersikap biasa dan anggap mereka biasa.” Dan dia benar.
Kini saya sadari, mereka tidak akan pernah membela saya karna saya mungkin tidak dianggap penting. Sampai saat ini, ketika ada masalah yang kadang bukan saya yang salah tapi orang lain yang melakukan, namun berhubungan dengan bagian yang saya pegang, maka saya tetap disalahkan. Atau itu bukan saya yang kerjain tapi merupakan bagian divisi saya, maka saya yang disalahkan.
“Kamu yang salah!”
“Divisi kamu yang salah!”
Yayayyaya… I am always wrong…. Blame me!